Cinta, Kesabaran, dan Memaafkan (1)

Cinta
Cinta adalah kata benda yang memiliki banyak definisi. Ya karena cinta itu memang tidak memiliki definisi. Sedangkan kesabaran dan memaafkan saya dapatkan ketika saya membaca blog teman saya yang sedang hamil. Terima kasih Dian atas inspirasinya. Saya berusaha menulis sejak 3 minggu yang lalu tapi selalu berujung writer’s block. Saya coba freewriting juga enggak keluar apapun. Lantas berkat blog temen saya tadi saya bisa mengidentifikasi perasaan yang saya sedang rasakan lantas menali hubungan ketiganya dalam hidup saya yang ternyata sangatlah erat dan juga dekat.
Cinta, acuh tak acuh, mau tak, sudi tak sudi, terus kita alami. Seringkali kita mencoba menjauhinya, mengalienasinya, memusuhinya atau bahkan berpura-pura tak mengenalnya tapi tetap saja cinta merangkul hidup kita tanpa kita sadari. Cinta juga menyebabkan banyak akibat seperti trauma, imun, cuek, penasaran dan keseriusan. Yang terakhirlah yang sering kita dambakan. Melalui analisis dangkal dan generalisasi tidak valid saya terus menerus mencoba memahami cinta. Jujur, cinta mengakibatkan saya imun. Empat perempuan berhasil membuat saya menutup mata terhadap cinta. Klise, berkhianat. Mereka. Yah masa lalu, kata orang bijak, hanyalah bayangan kita. Kemudian saya mengevaluasi keempat hubungan tersebut dengan seksama, I didn’t truly want them. Dari keempatnya, hanya satu saja yang saya inginkan. Itupun hanya temporer dan wajar saja jika ternyata kami gagal. Tapi balik lagi saya ternyata belum pernah benar-benar menginginkan seseorang.
Dalam hidup saya, cinta berubah bentuk. Bentuk inkonsistensi saya terhadap cinta saya pernah saya alami. Awalnya, saya tidak percaya pada love at first sight. Gak mungkin cinta yang sakral dan dalam dapat ditemukan pada satu momen instan. Itu yang saya pikirkan dulu. Kenyataannya saya mengalami love at first sight. Saya sampai sekarang heran dan bertanya-tanya mengapa saya bisa mengalaminya saat itu. Dada saya turun naik setiap kali bertemu dengannya, jantung saya berdegup kencang, meski saya seorang debater, mulut saya terkunci rapat ketika melihat dia berbicara. Bahkan, setiap kali bertemu dengan ibu, mulut saya tak tahan ingin melontarkan kalimat : “Ma, pokoknya nde (saya) pengen dia titik !” seperti anak kecil yang nyinyir. Saya hapal setiap sekon bersamanya dan mau mengulangnya milyaran kali. Sekarang saya sadar bahwa betapa cinta memang tidak bisa disalahkan jika harus ditemui ditempat dan waktu yang tidak semestinya. Cinta tidak perlu dibatasi apalagi diberi definisi. Saya rasa kita semua pernah terluka karenanya tapi juga sering bahagia karenanya. Nikmati momen yang diproduksi oleh cinta itu. Tidak usah melihat kebelakang mengenang rasa sakitnya. Tidak usah memandang jaug kedepan mengkhawatirkan akhirnya. Jalani saja sekarang selagi waktunya. L’amour actuelemment est tout autour J
p.s. for you who couldn't type A.

Comments